Pages

Kamis, 03 November 2011

Di ujung rindu.
Aku berusaha mengeja 5 huruf penuh ambigu itu. Rindu.
Berusaha menepiskan harapan dan keinginan lugu, aku ingin ada kamu.
Aku ingin kamu membantuku, mengeja kata itu.
Aku tau, aku bisa membaca. Aku bisa menulis. Aku tidak kesulitan dalam hal seperti itu.
Tapi satu kata ini berbeda.
Dengan lincahnya mengubahku perasaanku menjadi sendu, membuat pandanganku kembali padamu, membuat bibirku bertahan untuk tetap coba mengucapkan kata itu.
Sulit.
Bukan hal yang mudah mengucap kata itu. Bukan hal yang mudah menuntaskan rasa ini. Bukan hal yang mudah untuk kamu mengerti..
Aku rindu.
Aku tak ingin tergesa-gesa mengucapkan kepadamu. Aku tidak ingin kecewa melihat responmu atau senyum palsu darimu saat tau.
Aku takut.. hanya aku yang bertarung melawan kerinduan ini.
Aku takut.. kerinduan yang menghangatkan ini lama kelamaan bisa membunuhku.
Iya. Aku tau, aku memang terlalu angkuh. Untuk menyimpan semua gemelut rasa ini. seolah-olah tidak butuh kamu..
Dan lagi pula, aku mulai terhantui oleh kejadian pahit itu.
Percakapan kita beberapa hari yang lalu melalui ponsel.
Saat aku mengungkapkan kerinduanku. Dan saat kamu dengan mudahnya bertanya.
“kangen siapa?”
Pertanyaan ini tak kan bisa kujawab dan kuuraikan dengan jelas, juga dengan serius..
Keseriusan itu yang sulit.
Aku cenderung mengalihkan pembicaraan dengan candaan dan jawaban yang konyol.
Aku berfikir dengan keras, bagaimana caranya malam ini aku bisa berhenti berlari dari pertanyaan-pertanyaanmu? Bagaimana caranya agar aku bisa terfokus dan tak mengalihkan pembicaraan? Bagaimana caranya tidak menjadi seorang pengecut?
Akhirnya aku kalah oleh argumen hatiku sendiri
Aku menjawab “kucing kawin depan rumahmu.”
KENAPA, KENAPA DAN KENAPA AKU MALAH MENJAWAB SEPERTI ITU Щ(ºДºщ)
Dan bodohnya kamu malah menjawab “mereka sudah cerai.”
Aku pun menjawab dalam hati “semoga perasaan kita juga tidak tercerai berai...”
Tapi aku yang bernyali ciut ini mana mungkin berani mengetikkan kata-kata penuh romansa itu kepadamu.
Akhirnya aku hanya mengetikkan satu kata yang sedang kutuntut dari diriku dan dirimu.
“Serius”
“iya serius..”
*hening*
Dan aku kembali nanar. Sejak kapan kita jadi kaku begini?
Sejak kapan hubungan ini menjadi begitu “beku”?
Tidak ada yang bisa disalahkan. Tidak ada yang bisa dijelaskan.
Semua terjadi begitu saja.
Tanpa sengaja.
Mungkin memang hanya karena kecemburuan semata atau karena kejenuhan yang tiba-tiba.
Entahlah. perasaanku pun ikut terombang ambing.
Aku seperti berjalan di persimpangan jalan.. umm sebut saja jalan perempatan kantor yang biasa kulalui setiap sekolah..
Jika aku lurus. Aku bisa mencapai sekolah dengan cepat, tapi aku harus menambah ongkos dan terasa percuma. Karena aku harus berjalan lagi...
Jika aku belok ke kanan, aku juga bisa mencapai sekolah. Meski harus rela bercapai-capai ria.
Dan jika aku malas untuk mengambil resiko keduanya, aku akan berjalan memutar balik. Kembali pulang kerumah....
Hmm aku pun tak tau apa yang kukatakan.

Terlalu absurd untuk dijelaskan. Terlalu simpel untuk dikatakan.
Rindu.
Kangen.
Akung.
Umm tiraMISYU. Capuccino. Moccacino. Kopi tubruk sekalian pun tak masalah.
Asal kau bisa memaklumi dan memahami.
Mengapa aku diam sendiri, menunggu kamu pahami dan cicipi sendiri rasa Rindu... kepadaku.
Hey. Salam sayang penuh rindu.
Hmm.. titik dua + tanda bintang

Tertanda seseorang yang kau sebut lugu,
Tyas Hanina
Untukmu, lelaki bodoh penganggu konsentrasiku.