Pages

Sabtu, 31 Agustus 2013

Selembar Foto Pernikahan

#CeritaDariKamar Hari Ketigapuluhsatu





Selembar Foto Pernikahan kedua orang tua saya, saya tidak ingat tepatnya tahun berapa. Yang jelas saat itu usia Ibu masih belia, berbeda beberapa tahun dengan usia Bapak.

Ibu, perempuan bungsu kelahiran Jakarta asli. Memiliki kecantikan fisik yang alami, wajah putih berseri, pipi bulat, mata sipit, dan ukuran tubuh yang kecil. Kecantikannya tidak pudar dan justru bertambah seiring usianya. Karena disertai dengan Kecantikan hati, beliau begitu tulus memberi.
Banyak orang yang mengatakan saya begitu mirip dengannya, mewarisi wajah yang sama. Juga watak yang serupa.

Ibu memiliki kepribadian yang unik. Beliau memiliki suara tawa yang menular,  perkataan ataupun tingkah lakunya begitu lucu dan memancing tawa.
Rumah sangat sepi, tanpanya.
Tayangan TV favorit Ibu adalah Sepak Bola, dan pemain favoritnya adalah Gonzales.. Dia akan menampakkan mimik muka yang serius dan berteriak-teriak geregetan ketika menontonnya.
Meski sebenarnya dia tidak begitu mengerti jalan permainannya.
Karena, seringkali muncul pertanyaan-pertanyaan lugu yang keluar begitu saja ketika menonton bersama.
Seperti, dia tidak tau mana tim yang menang atau kalah. Berapa skor saat ini. Tim mana yang barusan mencetak skor.
Dan, di mana Gonzales berada? Dia seringkali menanyakan soal itu.

Ibu yang lucu dan lugu- orang yang sangat ekspresif. Bersanding dengan kepribadian bapak yang tenang dan memiliki aura yang membuat orang lain nyaman.

Bapak, anak ke 5 dari 6 bersaudara- lelaki berdarah sunda. Selain tampan beliau juga karimastik, penuh wibawa dan kehadirannya selalu membuat orang nyaman. Beliau begitu taat dalam beribadah, dan menghargai perbedaan agama.
Sangat menggemari matematika. Selain itu, juga sangat gila membaca. Juga cinta menulis.
Beberapa tulisannya dimuat di blognya >>> http://uzairsuhaimi.wordpress.com/
Saya beberapa kali membantu mengedit tulisannya. Dan kami, seringkali berdiskusi soal dunia sastra.

Bapak memberi dukungan penuh terhadap apa yang menjadi minat dan bakat anaknya. Beliau memberikan saran, memberi dana, memberi dukungan, mengajak berdiskusi, memuji sesekali.
Seperti yang beliau lakukan terhadap kecintaan Aa' saya pada dunia Musik. Juga saya pada dunia menulis.

Wajahnya saat muda, di Selembar Foto Pernikahan tersebut sangat mirip dengan Aa' saya. Gondrong, berponi, mata sedikit menyipit, senyum malu-malu. 
Sedangkan Ibu, di foto itu.. Terlihat menyerupai saya, dan Kakak Perempuan saya. Bedanya, Kakak memiliki wajah yang Oval dan hidung yang sedikit lebih mancung.

...

Selembar Foto Pernikahan. Cerita Penutup untuk #CeritaDariKamar.
31 hari di Bulan Agustus, 31 hari saya menulis. Dan saya menutupnya dengan tulus.

Dengan Selembar Foto. Tentang orang-orang yang satu pohon keluarga dengan saya, tentang mereka yang dalam tubuhnya mengalir darah yang sama dengan saya.
Tentang mereka, seseorang yang selalu saya temui di Rumah. Tempat di mana saya selalu pulang.

Family is not an important thing. It's everything.
-Michael J. Fox-


...

Postingan #CeritaDariKamar saya selama 31 hari ini bisa dilihat disini : http://haninabobo.blogspot.com/search/label/%23CeritaDariKamar


Tyas Hanina

Jumat, 30 Agustus 2013

Rak Buku

#CeritaDariKamar Hari Ketigapuluh



Dua rak penyimpanan buku di kamar saya, bertumpuk (kurang) rapi buku-buku yang mengisi ruang di dalamnya.   
Buku menjadi makanan saya sehari-hari, gizinya tinggi menurut saya. Berbagai jenis genre buku yang saya punyai- fiksi non fiksi.. Masing-masing memiliki rasa yang berbeda.
Setiap kali pergi ke Mall rasanya kurang lengkap jika tidak pergi ke Toko Buku disana, dan saya merasa "miskin" setiap pergi kesana. Begitu banyak buku yang belum saya baca, begitu sedikit buku yang saya punya. Begitupula ketika saya melihat-lihat website toko buku online.

Biasanya saya membuat daftar buku-buku yang ingin saya baca, dan mengusahakan untuk bisa saya beli sendiri. Namun, tak jarang justru saya membeli buku yang tidak tertulis di daftar  dan justru menunda membeli buku yang sudah lama saya incar. Itu terjadi karena saya seringkali menuruti suasana hati yang kadang saya pun tidak bisa saya baca dan pahami.

Terakhir kali saya membeli buku adalah beberapa hari sebelum Hari Raya Lebaran, saya membeli 2 kumpulan cerpen Dee, 2 novel fiksi, dan 1 novel misteri.
Novel misteri langsung saya tuntaskan di malam hari, sedangkan 2 kumpulan cerpen Dee saya "habiskan" santapannya akhir-akhir ini.
Sedangkan 2 novel sisanya belum saya buka bungkusannya, masih berselimutkan kantong plastik sejak pertama saya membawanya pulang ke rumah. Saya tidak ingin santapan itu menjadi "mubazir", seperti halnya nasib beberapa buku yang tak kunjung saya baca.
Tapi, akhir-akhir ini saya sadari.. saya jarang sekali menghabiskan waktu untuk membaca buku. Waktu saya sepertinya tersita banyak untuk menatap layar laptop, saya lebih banyak membaca di internet.
Yang kadang saya rasakan, begitu penuh kejutan karena saya bisa membaca banyak tulisan baru setiap harinya. Seperti #CeritaDariKamar yang ditulis dan dipublikasikan orang-orang di Blognya masing-masing.

Tapi tetap saja, ada beberapa hal dan mungkin banyak tidak saya dapatkan ketika membaca di internet.
Seperti.... harum aroma buku baru, tekstur kertas buku yang seringkali memiliki ciri khasnya masing-masing, bunyi lembaran-lembaran buku yang dibalik seakan bisikan lirih dari dalam buku, perasaan hangat ketika membaca kisah demi kisah dalam fokus 1 buku, meringkuk-tiduran-duduk sembarangan yang tidak bisa saya lakukan ketika saya membaca di Internet, punggung yang tidak pernah pegal meski membaca dalam waktu yang lama, dan lain-lainnya.
Postingan ini mengingatkan diri saya sendiri agar tidak membuat para buku cemburu, saya harus segera menengok dan melahap habis isi mereka semua.

...

2 rak buku ini pun sudah berdebu di beberapa bagiannya, mungkin karena saya kurang memperhatikannya- tapi bagaimanapun saya berterimakasih padanya karena rela menahan beban berat tumpukan buku di atasnya.
Tapi, rasanya tak tega juga membiarkan buku-buku bersesakan di sana. Bertumpuk-tumpuk tak rapi.
Mereka membutuhkan ruang baru, sebuah rak buku baru.
Ternyata Bapak saya juga membutuhkan rak buku baru, baru saja hari ini beliau mengusulkan untuk memasang rak buku baru lagi di kamar! Namun dengan resiko meja belajar saya harus dipindahkan.

Semoga tidak menjadi omongan belaka. Semoga saya bisa lebih rajin membaca. Semoga kelak buku saya #TerpampangNyata di Rak Toko Buku dan Rak Buku para pembaca.
Semoga semoga-semoganya tercapai.

...

Hari ke tiga puluh!!!! :D <3

Tyas Hanina

Kamis, 29 Agustus 2013

ID Card OSIS

#CeritaDariKamar Hari Keduapuluhsembilan


Dua buah tanda pengenal saya selama mengikuti Organisasi Siswa Intra Sekolah ketika SMP.
Saya gantungkan di paku dekat pintu kamar saya, saya memilih menyimpannya dengan cara digantung di sana dibanding menyimpannya di balik meja dan akhirnya lupa bahwa benda itu ada di sana.

Benda ini membangkitkan banyak hal. Rasa rindu yang kadang membuat saya melengkungkan senyum di wajah, dan menampilkan kenangan-kenangan tentang berbagai masa yang saya lewati selama masih menggantungkan ID Card tersebut di leher saya dan mengurus berbagai acara sekolah.

Masa-masa seleksi masuk, masa-masa LDK, masa-masa beradaptasi pada kegiatan organisasi, juga masa-masa ketika saya akhirnya harus berpisah bukan hanya pada kegiatan Organisasi tapi juga pada sekolahnya. Saya merindukan semua masa itu.

Saya mengenal dan dekat dengan banyak manusia unik di Organisasi tersebut, mendapat banyak pengalaman unik dan asik dari mereka. Saya mengenal berbagai karakteristik masing-masing anggota, tau bagaimana cara mereka marah dan paham bagaimana cara membuat mereka tertawa bersama.

Banyak sekali kejadian unik yang bikin perut tergelitik jika diingat kembali.
Bagaimana dulu pernah terjadi keributan kecil, karena perihal salon dan uang 20 ribu. (Entah-apa-hubungannya.)
Pergi ke Jakarta secara dadakan, semua duduk di lantai kereta mengobrol segala macam hal tertawa- pada banyak hal yang membuat satu gerbong ramai karenanya, mengabadikan beberapa momen lewat kamera.. di sepeda ontel yang kami sewa, di kota tua juga di lantai kereta.
Makan bersama-sama di Warteg dekat sekolah.
Karaoke yang mayoritas menyanyikan lagu Reggae dan lagu galau Taylor Swift.
Saat gerai es di kantin terbakar, dan kami membantu memadamkan. Sesudahnya, masing-masing mendapat es gratisan.

Begitu banyak yang saya rindukan, sayangnya sedikit sekali kesempatan untuk bertemu dengan mereka.
Keinginan bertemu dan berkumpul bersama seringkali hanya menjadi opini belaka.
Kabar dari mereka pun jarang sekali yang secara langsung saya dapatkan, saya tidak tau apakah mereka ikut OSIS lagi di Sekolahnya masing-masing atau tidak seperti saya.
Tapi tak mengapa, mungkin memang belum waktunya kami kembali bersua. Semoga mereka berbahagia di SMAnya masing-masing.

:3

Tyas Hanina

Rabu, 28 Agustus 2013

Tiket Bioskop

#CeritaDariKamar Hari Keduapuluhdelapan

Meski tidak terlalu sering menonton Film di Bioskop. Namun, saya senang mengumpulkan sobekan tiketnya.

Saya biasanya begitu pemilih ketika menonton film di bioskop, tapi sesekali saya hanya mengikuti kemauan atau ajakan teman. Namun, seringkali saya menontonnya karena rasa penasaran yang tinggi, jika tidak ada teman yang tertarik menontonnya bersama- nonton sendirian pun tidak menjadi masalah untuk saya.

Meski baru hitungan jari menonton sendirian, tapi saya akui rasanya memang nyaman.
Saya bisa sepenuhnya fokus pada film yang ditayangkan.
Tidak ada pertanyaan-pertanyaan menganggu seputar film atau di luar film yang ditanyakan seseorang pada saya.
Saya bisa makan satu box popcorn asin sendirian.
Tidak ada nyala terang layar ponsel di sebelah saya, karena beberapa teman saya seringkali justru sibuk memainkan ponselnya di pemutaran film- entah untuk mengupdate social media atau bercakap-cakap dengan orang lain di ponselnya. Yang bagi saya membuang-buang waktu dan uang. Jika sudah membeli tiket, mendapat sobekan tiketnya dan duduk di teaternya- tidak bisakah duduk diam dan menikmati Film yang ditayangkan? Kadang saya heran.
Dan ketika selesai menonton film tersebut, saya bisa bebas menentukan kemana selanjutnya tujuan saya.
Yah.. Terkadang saya melakukannya karena hanya ingin sendirian.

Hal itu saya sadari ketika kali pertama saya menonton film sendirian. Hari itu tujuan awal saya hanyalah membeli sebuah novel terbaru, tapi akhirnya secara spontan saya pun menonton sebuah film Drama.
Di pertengahan dan akhir film tersebut saya merasa salah memilih film, saya ingin menangis- saya memang sedikit melankolis. Selain menahan tangis, saya juga menahan pipis. Pikiran saya terbelah menjadi dua, ingin melanjutkan film karena tanggung atau pergi ke toilet sebentar dan kehilangan beberapa adegan- urgh saya benci menonton film setengah-setengah.

Setelah itu, setiap kali menonton film saya mengusahakan tidak terlalu banyak minum atau pergi ke toilet terlebih dahulu. Dan setiap menonton film sendirian, saya mengusahakan tidak lagi menonton film Drama- film penuh efek suara mengagetkan atau darah berceceran rasanya tidak apa-apa jika sendirian meski bikin jantung jumpalitan.

Jika ingin menonton film Drama, saya lebih suka menonton di DVD. Dan menontonnya sendirian di Kamar, saya tidak ingin terlihat sedang menangis oleh siapapun.

...

Saya menganggap sobekan tiket tersebut sebagai tiket menuju kenangan tentang film yang saya tonton. Ah, lagi-lagi kenangan..

...

(Ngutip dari Postingan #CeritaDariKamar saya yang DVD..)

Dan jika muncul pertanyaan, apakah ada Film-film yang memunculkan kenangan-kenangan tertentu. Tentu ada.
Seperti film pertama yang saya tonton di Bioskop bersama Kakak, Anak-Anak Borobudur. Pengalaman pertama menonton bersama teman, berduaan dan sendirian. Film Horror murahan yang iseng saya tonton bersama teman-teman, dan lain-lainnya.

Sama halnya seperti buku, selalu ada sebuah film- entah itu adegannya, dialognya, lagunya atau pemerannya.. Yang mengingatkan kita pada suatu kenangan-pada seseorang.

:)


Tyas Hanina

Selasa, 27 Agustus 2013

Ponsel

#CeritaDariKamar Hari Keduapuluhtujuh

Sudah kelima kalinya saya berganti ponsel. Dua bukan milik saya sendiri, satu hilang, dua rusak tapi tetap disimpan.
Pertama kali saya memiliki Ponsel adalah saat kelas 5/6 SD, Ponsel berwarna Pink dengan model Flip yang dulunya adalah kepunyaan Kakak Perempuan Saya. Saat itu saya hanya menyimpan nomor telepon keluarga dan beberapa nomor teman.
Saat SMP, saya mulai menggunakan Ponsel untuk bermacam-macam hal. Saya mulai sering foto bergaya selfie, keranjingan social media, dan tidak lupa untuk menggunakan fungsi komunikasinya.

Dibandingkan dengan teleponan, saya lebih suka bercakap-cakap lewat pesan singkat di SMS, atau aplikasi Chatting yang sudah mewabah sekarang ini. Rasanya kalau tidak ada sesuatu yang penting, saya kurang suka menghubungi atau dihubungi melalui fitur telepon.
Tapi malam itu adalah pengecualian.

Kurang lebih 30 menit bercakap lewat sambungan Telepon seluler, membicarakan hal-hal yang sebenarnya tidak penting.. Tapi menjadi pembicaraan di telepon yang paling hangat dalam ingatan.
Entah berapa kali saya senyum-senyum sendirian malam itu, mungkin hanya sekali. Karena setelah memutus pembicaraan di telepon tersebut, saya tidak bisa berhenti tersenyum hingga akhirnya tertidur.

Salah satu Ponsel saya yang rusak, sempat memuat kumpulan percakapan pendek kami dan beberapa notes yang saya tulis tentangnya. Saya dulu sempat enggan menjualnya karena meski harga jualnya tidak seberapa tapi nilai kenangannya terasa tinggi untuk saya.
Ibu saya pun menggunakannya, karenanya dengan ragu saya menghapus semua pesannya- tidak semua sebenarnya. Ada sebuah percakapan di malam berakhirnya "kita" yang saya simpan di tempat lain. Tapi notes-notes tersebut masih saya simpan.
Ketika Ponsel Abang saya hilang (entah, untuk keberapa kalinya). Dia menggunakan ponsel saya, dia menghapus semua hal di ponsel saya tersebut- hingga ke notes-notesnya. Rasanya seperti kenangan yang terkandung di sana dicabut secara paksa.
Tapi saya tidak protes, meski kenangannya tidak tapi pesan&notes itu memang sudah lewat masa berlakunya.

...

Ponsel yang saya gunakan hingga saat ini, tidak terhitung sudah terjatuh berapa kali.
Tanpa sengaja saya menjatuhkannya di mana saja, di rumah, di angkot, di sekolah, di kelas, di mall.
Hingga baterainya keluar dari tempatnya.
Layarnya sudah tidak sebening dahulu, saya terlalu malas untuk menggantinya.
Badannya pun sudah tidak semulus dahulu karena terlalu sering terjatuh secara tidak sengaja.

Untungnya, ponsel tersebut masih berfungsi dengan baik. Dan saya belum tertarik untuk menggantikan posisinya dengan yang lain.
Meski kadang saya akui saya kurang hati-hati menjaganya, tapi saya menghargainya.
Seperti Hati. Toh, kalau masih berfungsi dengan baik untuk apa saya cari penggantinya?


Tyas Hanina

Senin, 26 Agustus 2013

Wall Sticker Pohon

#CeritaDariKamar Hari Keduapuluhenam




Di atas tempat tidur saya terdapat sebuah Wall Sticker berbentuk pohon dengan ukuran yang lumayan besar. Tujuan utamanya, saya menggunakan wall sticker adalah agar dinding saya tidak tampak begitu sepi. Setidaknya ada Gambar Pohon mengisi.

Selain pantai dan surat. Saya juga menyukai Pohon, alasan lainnya saya memasang wall sticker tersebut.
Pohon dengan batang yang kokoh, dan bercabang banyak yang bisa saya panjat dengan nyaman dan aman. Meski saya lumayan takut dengan ketinggian, tapi memanjat pohon tetap terlihat menyenangkan.

Dari kecil, saya selalu mendambakan Rumah Pohon, ini bukanlah pengaruh film atau apa. Saya mendambakannya secara tiba-tiba, saat SD dulu masih sering sekali memanjat pohon untuk sekedar mengambil buah seri- atau untuk duduk-duduk saja di dahannya.
Rasanya menyenangkan sekali berada di atas pohon, di bawah daun-daunnya yang lebat, bersender di batangnya yang kokoh, merasakan tekstur kulit pohonnya di jemari saya, memandangi warna hijau daun yang membuat tenang dan warna cokelat dari batang yang terasa nyaman.

Mempunyai sebuah rumah sederhana dengan halaman yang luas beserta taman bunga matahari. Pohon besar dengan Rumah Pohon di atasnya, ada tangga gantung untuk naik ke atasnya, sebuah ayunan yang diikat di dahan.
Di dalam rumah pohon terdapat sofa-sofa kecil dan rak berisi buku kesukaan, karpet bulu yang lembut, sebuah radio kecil yang setia memutarkan stasiun radio kesukaan, penerangan yang cukup,  juga ada sebuah meja kecil khusus ruang saya menulis....
Rasanya semakin lama saya membayangkannya, semakin detail rumah pohon tersebut tergambar di imajinasi saya.

...

Seperti Pohon, cinta tumbuh dan berkembang dengan baik karena dirawat pemiliknya. Meskipun tak ada manusia yang memiliki pun, alam tetap menghidupinya. Air dari Hujan, Pupuk dari Dedaunan yang jatuh ke tanah, Sinar Matahari, dan lain-lainnya.

Dan Pohon bisa ditebang karena keinginan ataupun keegoisan pemiliknya, cinta pun begitu.

Pohon. Kita nikmati kelezatan buahnya, ambil daunnya, tebang batangnya, nikmati keindahan bunganya. Tapi, kita seringkali lupa untuk merawatnya dan menanam penggantinya kembali.
Seringkali, cinta pun seperti itu. Kita manfaatkan kehadirannya, tapi justru lupa untuk menghargainya kembali.


"tidak ada selamat tinggal. daun yang lepas dari dahan akan jadi hara untuk kembali ke pohon."


Tyas Hanina

Minggu, 25 Agustus 2013

Buku Tahunan Sekolah

#CeritaDariKamar Hari Keduapuluhlima


"Dalam kenangan cemara cinta..."

Buku Tahunan Sekolah, salah satu benda yang menyimpan kenangan saya di masa SMP.
Masa-masa masih mengenakan seragam putih biru dan bersekolah di Jalan Cemara Raya.
3 tahun belajar di gedung sekolah yang sama, bertemu teman-teman yang sama, masuk ke dalam organisasi yang sama. Tapi tidak pernah merasa bosan, dan sekarang menjadi rutinitas yang saya rindukan.

Isi BTS tersebut didominasi oleh wajah teman-teman seangkatan dan pesan-kesan yang mereka tuliskan. Mulai dari kelas A-J, dan kelas saya di tengah-tengahnya.
Bermacam-macam jenis pesan-kesan yang mereka tuliskan, ada yang panjang sekali seperti artikel koran.. ada yang konyol kaya ager, ada yang nyantumin nama orang yang dia taksir.
Dan ada juga yang singkat dan minyi seperti yang menulisnya, pesan dan kesan milik Tyas Hanina.

Dan bermacam-macam pula pose serta ekspresi masing-masing teman seangkatan. Ada yang memasang wajah eksotis, datar, senyum malu-malu, hingga tersenyum lebar.
Oiya, katanya murid dgn tersenyum lebar saat di foto buku tahunan sekolah, cenderung lebih sukses dalam karir dan pernikahan di masa depannya..

Saya tersenyum cukup lebar di Buku Tahunan Sekolah, memamerkan gigi tak berpagar.

Waktu itu saya bergumam dalam hati, Akhirnya nulis kesan/pesan buat BTS juga. Sebentar lagi juga dimulai pemotretannya. Dulu pas awal masuk sempel, kita nulisnya daftar barang-barang gila apa yg harus dibawa buat masa orientasi. Dan pemotretannya pun untuk foto raport pertama kali.

...

Lembaran-lembaran Buku Tahunan Sekolah.. setiap kali membalik-balik isi bukunya rasanya seperti masuk kembali ke dalam lembaran-lembaran kenangan selama bersekolah disana.
Melihat kembali wajah-wajah mereka, rasanya seperti melihat lengkungan senyum dan setiap ekspresi pemilik wajah itu kembali.
Dan membaca pesan dan kesan mereka pun, rasanya seperti mendengar kembali obrolan hangat dan tawa ramah mereka.

Woah, I miss them so much.

...

Sebuah hadiah terbaik bukanlah benda, tapi kenangan. Benda bisa rusak ataupun hilang tapi tidak dengan kenangan di dalamnya.
Begitu pula dengan seseorang, meski kabarnya sudah lama hilang ataupun rusak hubungan dengannya.
Tapi tidak dengan kenangan yang pernah diciptakan bersama. Akan tetap ada disana.

Tyas Hanina

Sabtu, 24 Agustus 2013

Sepasang Gantungan Kunci

#CeritaDariKamar Hari Keduapuluhempat




Sepasang gantungan kunci, berbentuk hati jika disatukan. Tak pernah keluar dari bungkusan.
Saya masih ingat bagaimana tepatnya, dan kapan waktunya benda itu resmi menjadi milik saya.
Dan sangat jelas tampaknya, bagaimana sulitnya dan bagaimana melankolisnya menulis tentang "pasangan" ini.

Masih terasa hangat dalam ingatan, bagaimana teduhnya hujan di hari itu.
Bagaimana kamu rela membiarkan hujan menggigilkan tubuhmu, tapi kamu tetap dapat tersenyum hangat menyapaku. Memperlihatkan deretan gigi tanpa pagarmu itu.

Bagaimana di akhir hari, kamu lagi-lagi mengagetkanku.
Memberikan sepasang gantungan kunci itu dari tanganmu ke tanganku, dengan bungkusan plastik yang tak pernah kubuka hingga sekarang. Menjelaskan asal mula gantungan itu, dengan cengiran khas yang tak pernah lepas dari wajahmu. Dan saya hanya bisa diam, sembari melengkungkan senyum yang memperlihatkan lesung pipit di pipi kananku.

Ah ya, Terimakasih untuk itu. Untuk semua itu.
Rasanya saya belum pernah mengucapkannya secara bersungguh-sungguh. Waktu itu saya mengucapkan terimakasih atas hari itu padamu- tetapi tidak menjabarkan apa yang membuat saya harus berterimakasih sekaligus bersyukur di hari itu.
Tapi tak apa, kalimat "Terimakasih untuk hari ini" pun mungkin cukup mewakili.

...

Di kertas di balik gantungan kunci itu terlihat gambar Pasangan yang sedang berpelukan, sama halnya seperti Sepasang gantungan kunci itu tetap berpelukan membentuk segambar Hati. Sejak awal kamu memberikannya padaku hingga saat ini, aku menulis cerita tentangnya sembari mengingat kamu (lagi).

Kita mungkin tidak pernah terlihat sebahagia pasangan di kertas itu, tidak juga selalu berdampingan layaknya gantungan kunci itu. Tidak hari ini, tidak juga masa lalu. Dan mungkin, tidak juga nanti.

Tak apa Kamu. Kita sama-sama tau, meski sekarang tak lagi sama, tapi setidaknya kita pernah sama-sama bahagia dulu. Dan itu sudah cukup.

...

Dari banyaknya benda di kamar saya, dari 30 hari #CeritaDariKamar. Saya memilih bercerita tentang benda ini, hari ini.
Di hari ke 24, cerita tentang benda ini mendapat tempat.

Selalu ada sebuah benda, sebaris kalimat, sebait lagu, sederet kenangan, dan seseorang di masa lalu. Yang mendapat tempat entah di hatimu atau di fikiranmu, selalu.



Tyas Hanina

Jumat, 23 Agustus 2013

Meja Belajar

#CeritaDariKamar Hari Keduapuluhtiga




Meja belajar tersebut lumayan besar ukurannya untuk saya. Umurnya sudah cukup tua, dulunya meja belajar ini adalah kepunyaan Aa' saya. Salah satu lacinya sudah rusak, dan bisa dilihat keadaannya begitu berantakan dan penuh oleh banyak barang.
Mulai dari kumpulan notes tak terpakai, krayon warna ukuran besar, buku pelajaran untuk semester sekarang, radio kesayangan, kotak berisi CD musik, album foto besar, topi dan dasi sekolah, lemari kecil penyimpan alat tulis, piala, sebundel kertas ulangan, dan lain-lain.
Kata Ibu, saya ini penimbun barang. Barang mulai dari yang paling penting hingga tidak pun saya simpan, bagi saya kenangan yang terkandung di dalamnya membuatnya penting. Dan kebanyakan barang tersebut saya simpan disana, Meja Belajar.

Meja belajar ini justru jarang menjadi tempat saya belajar. Saya belajar di mana saja, sambil nonton TV atau DVD pun tidak masalah. Dan biasanya saya sering pindah-pindah tempat ketika belajar, sampai menemukan tempat dengan suasana yang paling nyaman.

Gaya belajar saya adalah kinestetik, saya pun baru mengetahuinya saat kelas 10 semester 2 lalu.
Dan belajar dengan cara duduk manis di depan meja belajar membuat saya bosan.

Beberapa waktu lalu, saya baru menyadari meja belajar ini begitu memakan tempat di kamar, saya butuh rak buku baru dan sebuah lemari baju. Saya bilang pada Ibu, bahwa saya ingin meja belajar ini pindah ke tempat lain- entah disumbangkan atau dipindahkan. Saya juga menjelaskan, bahwa saya bisa belajar dimana saja dan justru jarang mempergunakannya untuk tempat belajar.
Tapi Ibu menolaknya, karena katanya barang-barang di dalam meja belajar itu butuh tempat lain untuk diungsikan. Saya tidak bisa menggusur tempat tinggal mereka sembarangan, saya harus menyediakan tempat baru yang nyaman untuk mereka.
Sekarang pun keadaan meja belajar tersebut begitu berantakan, jika nanti ada tempat lain pun dan saya tetap tidak bisa mengatur barang-barang yang ada disana. Keadaan tetap akan sama, berantakan.

Gak meja belajar gak hati sama aja berantakannya.


Tyas Hanina

Kamis, 22 Agustus 2013

DVD

#CeritaDariKamar Hari Keduapuluhdua


Kalau dilihat perbandingan antara jumlah buku dan DVD film yang saya punya, DVD film masih menjadi kaum minoritas di kamar saya.
Saya suka menonton film , tapi saya cinta membaca.

Movies are a complicated collision of literature, theatre, music and all the visual arts.
-Yahoo Serious-

Penggabungan antara Sastra, Teater, Musik dan Visual bisa kita dapatkan di Film. Tapi dengan membaca, semua hal itu dapat kita temukan di dunia imajinasi kita.
Bagi saya begitu, tapi mungkin tidak bagi orang lain.

Salah satu teman saya pernah mengatakan bahwa saya terlihat sangat serius ketika menonton film di Bioskop. Mungkin memang benar, saya cenderung tidak ingin diganggu dengan pertanyaan-pertanyaan seputar film- diam dan menonton apa yang tampil di layar dan mendengar suara-suara yang keluar. Saya tidak seperti  beberapa orang yang bermain handphone atau mengobrol dengan temannya ketika menonton film.
Karena bagi saya, jika saya melakukan itu sama saja dengan membuang uang dan waktu.

Tapi, lain halnya ketika saya menonton DVD di kamar sendiri. Saya cenderung kurang serius menonton, mempause beberapa adegan ketika hal lain mengganggu perhatian saya, mengomentari film sana sini, saya pun sering bengong ketika pembicaraan panjang di film dimulai- dan kaget ketika melihat suatu adegan yang saya tidak mengerti dan mengulang lagi.

Lain lagi, ketika saya menonton Reality Show atau Drama Korea di Internet. Karena harus menunggu dahulu selama beberapa saat, saya pun mengklik tab dan bermain-bermain di tempat lain di internet. Twitteran, Chatting, Blogging, Blogwalking, baca-baca Thread Kaskus, dan lain-lain.
Ketika akhirnya perut saya keroncongan atau ingin mengunyah cemilan, atau mata saya mulai lelah. Saya akan menghentikan kegiatan itu.
Saya akan mengclose tab satu-satu. Dan kaget, ketika menyadari bahwa niat saya dari awal untuk menyalakan internet adalah menonton film tersebut.

Bagaimana kalau di TV? Saya bermain-bermain dengan channel TV. Mengklik sana sini, mencari yang menarik hati. Saya lumayan jarang menonton Televisi, biasanya hanya ketika penayangan kartun Spongebob atau Stand Up Comedy. Atau sekedar menemani Bapak menonton Discovery Channel atau  Animal Planet, dan menemani Ibu menonton Sepak Bola dan Sinetron Tukang Bubur Naik Haji.

Tapi, jika disuruh memilih antara menonton film di Bioskop, DVD, Internet, atau TV.
Saya dengan pasti akan memilih DVD.
Bioskop, harga tiketnya terlebih saat hari libur bagi saya lumayan. Internet, saya sering bosan karena harus menunggu sampai waktunya siap ditayangkan. TV, terlalu banyak iklan.
Keuntungannya dengan menonton di DVD, saya bisa mempause-mengulang-mempercepat suatu adegan. Heboh mengomentari sana sini, yang akan sangat menggangu jika dilakukan di Bioskop. Dan dalam satu hari saya bisa menonton banyak film langsung, tanpa keluar biaya mahal seperti di Bioskop- menunggu iklan di TV juga menunggu siap ditayangkan di Internet.

...

DVD film yang ada di kamar saya, sedikit yang saya beli sendiri. Kebanyakan punya Kakak dan Abang saya, film-film yang sudah mereka nonton tapi saya belum. Atau film-film yang sudah kami tonton, tapi saya sukai.

Saya menonton beberapa genre film, Petualangan- Komedi - Drama - Action - Horror- Thriller - Fiksi - dan lain-lain.
Dan saya menikmatinya saja selama ini.
Meskipun penakut saya tetap suka film Horror, terutama Horror yang berisi terror. Drama yang menguras air mata tapi tidak berlebihan, saya pun suka. Action yang penuh adegan penyerangan, saya suka.
Dan film-film penuh darah berceceran dan korban bergelimpangan. Meski ngeri, tapi saya tetap menikmati.

...

Dan jika muncul pertanyaan, apakah ada Film-film yang memunculkan kenangan-kenangan tertentu. Tentu ada.
Seperti film pertama yang saya tonton di Bioskop bersama Kakak, Anak-Anak Borobudur. Pengalaman pertama menonton bersama teman, berduaan dan sendirian. Film Horror murahan yang iseng saya tonton bersama teman-teman, dan lain-lainnya.

Sama halnya seperti buku, selalu ada sebuah film- entah itu adegannya, dialognya, lagunya atau pemerannya.. Yang mengingatkan kita pada suatu kenangan-pada seseorang.

:)



Tyas Hanina

Rabu, 21 Agustus 2013

Kotak Surat

#CeritaDariKamar Hari Keduapuluhsatu





Jika di postingan #CeritaDariKamar yang sebelumnya saya  menulis bahwa saya suka pantai. Di postingan ini, saya akan membahas bagaimana saya begitu menyukai surat.

...

Saya sudah mendapatkan materi tentang Surat sejak SD, saya tidak ingat jelasnya saat kelas berapa. Dan, saat saya SMP hingga SMA.. Materi tentang surat ini tetap ada.

Surat itu beragam, entah yang bersifat pribadi ataupun resmi. Bermacam-macam jenisnya, dari mulai Surat Cinta penuh kata-kata romansa, Surat Kaleng tanpa nama, Surat Pengunduran Diri, Surat Berantai, Surat Ucapan dan lain-lain.

Saat saya SD, Bapak rutin membelikan Majalah Bobo yang terbit setiap hari Kamis. Semua bagian yang ada dalam majalah saya baca, termasuk sebuah Rubrik bernama "Apa Kabar Bo?"
Di rubrik itu, para pembaca mengirim saran, kritik dan lain-lain. Dan beberapa di antara mereka, mencari Sahabat Pena.
Sudah lama sebenarnya saya penasaran sekali tentang Sahabat Pena, bagaimana rasanya berkirim surat dengan seseorang yang tidak kita kenal sebelumnya bermodalkan Nama Panjang dan Alamat Rumahnya?
Tibalah hari dimana saya memutuskan untuk menantang diri saya sendiri yang saat itu kelas 6 SD untuk menuliskan 1 Surat untuk salah satu nama disana. Saya lupa waktu itu saya memilihnya berdasarkan apa, entah karena namanya yang unik atau karena kata-katanya di Rubrik tersebut.
Meski bingung harus bagaimana memulainya, dan harus berbasa-basi seperti apa. Akhirnya saya pun menuliskannya dan mengirimkannya setelah mengecek beberapa kali susunan kata dan alamat rumahnya. Saya pun mengayuh sepeda ke Kantor Pos Terdekat, menempelkan Perangko disana, deg-degan karena saya tidak tau rupa orang tersebut seperti apa.
Rasa yang baru pertama kali rasakan, benar-benar mendebarkan. Berawal dari tantangan untuk diri sendiri, akhirnya surat balasan pun datang setelah beberapa hari.

Meski hanya berdasarkan kalimat yang dia tuliskan di Surat Balasan, kesan ramah tetap bisa saya dapatkan. Kami pun saling berkirim surat, bertukar kabar, berbagi cerita, dan lain-lainnya. Bahkan di salah satu suratnya, Kakaknya ikut menuliskan sebaris kalimat perkenalan diri untuk saya.

Suatu waktu saya iseng mengetikkan namanya di Google. Dan saya menemukan blognya! Saya akhirnya dapat melihat wajahnya tanpa perlu menerka, saya dapat membaca cerita-cerita yang tidak dia kirimkan kepada saya. Waktu itu saya masih kelas 7 SMP, dan dia satu tahun di bawah usia saya. Saat itu saya kagum dengan dirinya, karena saya ketika SD belum mengenal tentang dunia blog.
Saya pun mengirim surat yang berisikan tentang kunjungan tidak sengaja saya ke Blognya. Lalu dia pun bercerita bahwa itu semua diajari ayahnya, dan dia pun gaptek untuk urusan blog.. (Saya masih menyimpan suratnya tentang ini di dalam Kotak Surat saya. Yang lainnya sepertinya tercecer kemana-mana.)
Dan saat kelas 7 itu pun saya akhirnya membuat halaman blog ini, bermula dengan kebingungan sendiri karena teman-teman sekeliling saya tidak ada yang mempunyai blog. Mengotak-ngatik sendiri, mengetikkan cerita pendek tentang hidup dan mimpi saya yang sebelumnya saya simpan sendiri. Dan tidak pernah memberi tau linknya kepada orang lain, karena saya malu seseorang akan membaca dan menilai tulisan saya. Dan akhirnya, segala sesuatunya berubah.
Sekarang, saya mengshare beberapa tulisan saya di sini bahkan mencantumkan linknya di bio Twitter.
Dan Sahabat Pena saya pun berubah, kini kabarnya hilang beserta surat-surat yang sempat saya terima darinya.

Oke. Salahkan sifat Moody saya.
Saat itu, saya merasa bosan dan malas untuk pergi seminggu sekali ke kantor Pos, membeli perangko dan amplop dengan uang sendiri.. Dan akhirnya dia pun hilang begitu saja, saya hanya bisa melihat kabarnya dari Halaman FBnya. Dan mungkin saya pun juga begitu, hilang dari kehidupannya beserta surat balasan yang tidak saya kirimkan.
(Surat balasan beserta Amplopnya masih saya simpan di Kotak Surat!)

Ah iya, saya belum mengucapkan terima kasih kepadanya. Tanpanya mungkin saya tidak akan tergerak untuk membuat halaman blog dan mempublikasikan cerita saya juga.
Terimakasih Allya Inaz Mahardika

...

Selain Surat kepada Sahabat Pena, saya pun menyimpan Selembar Surat Ucapan ulang tahun dari teman-teman saya!

Surat ucapan tersebut saya dapatkan bersama Boneka Giting ketika saya ulang tahun ke14. Surat ucapan yang pendek dan aneh yang mungkin menggambarkan bagaimana diri saya di pandangan mereka :|. Tapi alasan saya begitu menyukai surat aneh ini adalah karena mereka menuliskan nama semua orang yang berpartisipasi dalam Kejutan Ulang Tahun saya. Dan bagaimana kejujuran dan keluguan permintaan maaf mereka di halaman setelahnya.


*geleng-geleng kepala*

Selain surat ucapan rombongan itu, saya juga menyimpan surat ucapan dari Dea & Rifdah si dua sejoli, Sabrina si Laura Basuki KW, Savira si Sapi.
Saya senang diberi kejutan dan hadiah ulang tahun, tapi saya bahagia jika diberi Surat Ucapan dengan tulisan tangan. (#hashtag #kode)

Di dalam Kotak Surat tersebut.
Ada juga surat ucapan ulang tahun yang ingin saya berikan kepada seseorang tetapi tidak jadi karena rasanya kepanjangan. Saya selalu merasa bahagia ketika menuliskan surat ucapan ulang tahun kepada orang-orang tersayang, senyum akan melengkung di wajah saya ketika saya menuliskan surat itu.
(Di tahun ini saya menuliskan 2 surat panjang dengan tulisan tangan saya yang berantakan untuk Rani dan Echa. Untuk Echa saya bentuk suratnya menjadi Perahu Kertas, dan untuk Rani saya bubuhkan stempel zakat maal punya Bapak saya..).

Rifdah menuliskan beberapa surat, ketika saya sekelas dengannya.
Ada sebuah surat yang dia tulis di buku catatan saya, menuliskan segala macam hal.
"Aduh Badmood!", "Don't miss me!", "Where there is a will, there is a way :)", "Yah miring." "NABOK! TAPI BOONG WAHAHAHA" "Tapi gapapa deng harus kangen."
Di lembaran surat itu dia juga menuliskan nomor telepon anggota keluarganya katanya sih buat kenang-kenangan.
Ada juga surat balasan ditulis di atas kertas oranye beserta kecupan bibirnya, untuk membalas surat yang saya tuliskan diam-diam di halaman terakhir buku tulis Bahasa Inggrisnya.
Dan lain-lainnya.

Kenan menuliskan opini tentang saya di buku saku saya. Dia menulis bahwa saya terlihat jutek awalnya, dan dengan ngototnya bilang saya terlihat seperti orang cina.

Ada juga surat balasan dari Sahabat Pena saya yang lainnya, dia bernama Tyas juga.

Dan selain surat-surat, saya juga memasukkan beberapa barang-barang kenangan.
Seperti sticker yang saya dapatkan di Majalah Bobo, ID card OSIS dengan foto kosong, bungkus Pocky Strawberry dari Rani, CD yang saya dapatkan ketika perpisahan SMP, dan surat cinta yang saya dapatkan dari adik kelas ketika MBS.

...

Proses menulis kata perkata, menerka bagaimana ekspresi si penerima, menunggu surat balasan diterima. Menulis surat rasanya sama seperti Jatuh Cinta.


Letters are among the most significant memorial a person can leave behind them.
-Johann Wolfgang von Goethe-



Tyas  Hanina