Pages

Senin, 23 Mei 2016

TITIK BALIK

“Apa sih yas menurut lu yang jadi titik balik dalam hidup lu?”

Pertanyaan yang orang ini lontarkan cukup menyebalkan. Pertanyaan ini menggantung di langit-langit kala suara sang pembawa acara memenuhi ruangan.
Kami sedang mengikuti rangkaian acara Festival Indonesia Menggugat yang diadakan di GIM (Gedung Indonesia Menggugat) Bandung pada tanggal 21 Mei yang lalu.
Gedung ini punya sejarah yang menarik, di sini Soekarno diadili. Ada banyak sekali hiasan dalam gedung yang bercerita tentang kisah hidup Soekarno. Festival Indonesia Menggugat yang dimulai sejak 19 Mei yang lalu pun menurut saya pribadi sangat menarik dan penting untuk diikuti.
Awalnya saya ke sini karena ajakan orang ini. Itung-itung liputan. Yah, sekalian kasih santapan bergizi buat pikiran.
Sesi diskusi pertama yang kami ikuti adalah tentang musik sebagai bentuk perlawanan. Setelah itu, diskusi tentang Soekarno dan Perlawanan Kelas dilakukan, jeda yang tercipta cukup lama dan membuat kami sempat mengobrol tentang beberapa hal.
Pertanyaan itu adalah salah satu bagian dari percakapan kami.
Ah, ya. Dan pertanyaan darinya itu belum terjawab hingga saat ini saya mengetik ini.

Pertanyaan itu membuka pertanyaan-pertanyaan yang lain.
Rasanya pertanyaan-pertanyaan itu  saling berbenturan di dalam kepala saya.
Kenapa dia tiba-tiba bertanya seperti itu?
Ada apa dengan titik balik?
Memang apa sebenarnya makna titik balik itu sendiri?
Katanya, titik balik adalah titik di mana ada suatu peristiwa atau kejadian yang mengubah hidup saya. Or particularly, changing me into who i am right now.
Dan, duh. Saya gak bisa jawab.
Emang saya yang sekarang ini siapa? Emang saya yang dulu seperti apa?




Beberapa waktu yang lalu,
Saya pernah menulis di halaman blog ini. Seperti ini :
“gue ngerasa gue bukan orang yang sama. tapi, bukan orang yang beda pula.”
Dan ya, saya juga gak mengerti. Saya gak paham sama diri saya sendiri.

Saya tahu saya orangnya rumit, sesederhana itu.
Selain kurang konsisten dengan penggunaan kata ganti orang pertama, saya juga kurang konsisten dalam menulis di halaman blog ini.
Terus apalagi ya yang berbeda?
Physically. Mungkin saya agak beda. Menyangkut angka tinggi badan, berat badan, dan angka-angka lainnya yang mungkin bisa diukur dengan meteran.
Namun, mungkin yang saya temukan berbeda dari diri saya sendiri adalah.. cara saya berpikir, cara saya mengatur emosi, cara saya berbicara, cara saya memandang semesta, cara saya mencinta, cara saya merasa, cara saya hidup di dunia. Ah hanya masalah cara.
Hanya? Rasanya setelah saya merasa-rasa, ini terasa besar sekali efeknya.
Saya berbeda. Mungkin itu juga yang akan teman-teman lama saya katakan kala bertemu kembali dengan saya.
Ah, teman lama yang benar-benar kenal dekat dengan saya tentunya.
Teman yang sering berbagi pandangan dengan saya. Teman yang sering melewatkan waktu tidur untuk mengobrol dengan saya.

Setiap kali saya membaca kembali tulisan-tulisan lama saya.
Saya suka tertawa, diam-diam merasa malu dalam dada.
Betapa fase remaja itu saya lalui dengan luar biasa.
Untungnya, saya menulis sehingga saya tidak lupa.
Bahwa saya pernah seperti itu.

Saya pernah jadi tokoh jahat dalam kisah hidup seseorang. Saya pernah patah hati dan tanpa sadar mematahkan hati orang lainnya.
Saya pernah (merasa) jadi orang paling beruntung sedunia- sesemesta. Saya pernah jadi orang paling norak saat jatuh cinta.

Dari sekian banyak kejadian buruk yang terjadi.  Yang membawa tangis dan senyum manis.
Saya lagi-lagi, masih tidak tahu yang mana jadi titik balik dalam hidup saya.

Hehe.

...

Kurang lebih ada 500 kata yang saya ketikkan. Belum juga ada jawaban.
Bersabar sebentar.
Saya sedang berpikir.

...

Ah, tepat tengah malam saya mengetik kata ke 563 ini.
Di luar hujan deras sekali.

Sepertinya, sama intensitas derasnya dengan waktu itu...

Malam yang merubah semuanya. Tadinya saya adalah orang paling norak se-semesta, orang yang sering mempublikasikan tulisan-tulisan penuh asmara. Lalu, menjadi orang paling cengeng se-antariksa, orang yang sering menulis tulisan pahit khas orang patah hati.
Malam itu, hati saya patah. Sepatah-patahnya.
Since that night, i became bitter and untouchable.

Bicara soal kehilangan. Kehilangan nenek saya pun rasanya merupakan salah satu peristiwa paling berpengaruh dalam semesta saya.
Saya jadi ngerti, saya baru ngerti.
Kehilangan itu selalu ada dan sangat dekat dengan kita. Seakan dia ada di depan wajah kita ketika kita menutup mata ketika berkedip. Dan menyembunyikan wajahnya ketika kita membuka mata kita kembali.
Saya jadi jauh lebih menghargai siapapun dalam hidup saya. Saya jadi lebih gak malu buat nunjukin rasa peduli saya. Saya jadi sangat khawatir jika terjadi sesuatu pada orang terdekat saya.
Singkatnya, saya jadi saya yang lebih peduli. Saya gak se-apatis dulu lagi.

Sepertinya, tahun paling berpengaruh dalam hidup saya adalah tahun lalu.
2015.
Saya jatuh cinta lagi pada orang baru setelah sekian lama. Lalu, saya patah hati pada tahun yang sama. Saya melepaskan dia dan kenangan buruk tentangnya.
Saya melepaskan seragam yang saya kenakan selama 12 tahun lamanya.
Saya melepaskan akar yang menempel pada telapak kaki saya di kota saya tercinta, untuk menempuh pendidikan di kota yang jarak tempuhnya 5 jam lamanya.

Di kota baru ini,
Di kota tempat saya mengetik ini.
Ah, gak kota sih. Orang kampung. Haha. Gue tau lo mau ngomong gitu nyet.
Saya belajar, banyak hal. Ah gak, saya gak mau bahas kampus.
Titik titik perjumpaan saya bertemu orang-orang baru. Mungkin itu bisa jadi titik balik saya juga.
Jauh dari rumah, jauh dari fasilitas, jauh dari dimanja-manja sama ibu tercinta. Mungkin itu juga titik balik saya.
Ketemu anda, orang yang mengajukan pertanyaan menyebalkan ini dan buat saya gak bisa tidur sampe saya berhenti mengetik ini. Mungkin, mungkin adalah titik balik dalam hidup saya juga.

Titik balik saya sepertinya banyak sekali. Atau malah gak ada sama sekali ya?
Tulisan saya berantakan sekali,karena saat saya memutuskan untuk menulis ini semua. Dengan harapan yang menggebu-gebu untuk menjawab pertanyaan anda.
Ternyata, justru. Saya malah jadi banyak nanya sama diri saya sendiri. Saya jadi harus membuka-buka laci ingatan saya, membedah dengan hati-hati tiap bekas luka, dan menutup dan merapikannya kembali dalam waktu yang tergesa.

Ah, ini sudah lewat tengah malam. Saya masih terjaga.
Pertanyaannya pun sepertinya belum lengkap terjawab.
Tulisan tentang titik balik ini sepertinya tidak akan bertemu dengan titik akhir.

Saya tidak ingin terlalu banyak memberikan informasi tentang diri saya. Saya tidak mau bercerita terlalu banyak tentang semesta saya.
Semakin banyak huruf yang saya tuliskan, rasanya saya jadi semakin transparan.


Jadi, saya sudahi sampai sini tulisan ini.

Masnya, terima kasih pertanyaannya.

0 komentar:

Posting Komentar