Pages

Jumat, 02 November 2018

jangan mau jadi tua di Jakarta

Prakata:
Wow. Baru kata kelima aku sudah gemetaran. Rasanya seperti dikepung oleh sekelompok orang tidak dikenal dalam satu ruangan. Overwhelming.
Tadinya aku kira aku udah sembuh dari sindrom Peterpan sialan itu. Sampai setahun lalu, aku masih takut bertambah tua. Aku takut ketika aku bangun tidur di kemudian hari ternyata hitam rambutku sudah memutih.
Ini sebenarnya rahasiaku: aku selalu takut kehilangan waktu.
Itulah kenapa, jika kamu sejenak memerhatikan aku, kamu akan sadar bahwa aku adalah pribadi yang sangat terburu-buru. Tapi anehnya, di sela-sela gegap gempita akhir perkuliahan, aku justru menemukan diriku jadi jauh lebih santai. Aku masih bisa menarik nafas, juga tersenyum dan membiarkan diriku melakukan kesalahan. Yang utama, berhenti membandingkan diriku dengan siapa saja, bahkan diriku sendiri.
Kedengarannya seperti sebuah pencapaian yang hebat, padahal tidak sama sekali. Seharusnya, dari dulu memang seperti ini.

Isi:
Jakarta.
Aku masih merasa asing tiap kali mendengar namanya. Kota padat yang rawan macet ini tidak pernah kusukai dari dulu. Belagu banget gak sih? Haha padahal jarak kediamanku hanya 45 menit dari arah barat kota.
Aku ingat betul, saat sudah hopeless memilih perguruan tinggi, aku pernah berdoa begini:
Tuhan, tolong, jangan Jakarta.
Aku segitu ogahnya menempuh jarak pulang-pergi ke ibukota. Rumahku yang berada di tengah-tengah, membuatku merasa jauh dari mana-mana.
Ke stasiun, terminal, bandara, pelabuhan. Semuanya tekor.
Seharusnya aku menulis prosa romantis tentang Jakarta nanti saja di akhir tahun. Ketika urusanku dengannya sudah tamat, sudah tutup buku.
Tapi, ya sudahlah. Jakarta tidak akan pernah habis juga untuk diceritakan.
Sumpah serapah yang datang untuknya, selalu dilawan habis-habisan oleh rangkaian asa dan harapan orang-orang yang setiap hari menggantungkan hidup di bawah ketiaknya.

Jum’at lalu, aku datang ke gedung merah di samping pom bensin di pinggir jalan raya; kantorku untuk sementara. (Bagian Jakarta yang ini akan aku ceritakan nanti saja ya?)
Aku duduk di kursi yang menghadap jendela yang membelakangi meja telepon.
Kring-Kring.
Maaf, aku tidak mau mengangkat. Aku sedang pake earphone dan tidak mendengarkan apa-apa.
Happy birthday to you, happy birthday to you.
Kukecilkan suara komputerku, lupa kalau suaranya emang kumatikan.
Suara tawa berderai datang dari meja sebelah. Aku kenal dia, pada hari kedua aku pernah disuruh angkat telepon olehnya. Usut punya usut, nyanyian itu untuknya.
Aku ikut tertawa saja dalam hati. Kulanjutkan mengetik kata kunci di mesin pencari.
Siang datang. Sore menyusul.
Lagu itu diputar lagi. Kali ini lebih besar volumenya. Pantesan, orang pake speaker.
Kulihat di sudut ruangan ada banner laki-laki yang selfie dengan kambing atau dinasaurus gitu. Tapi, lho? Kok laki-laki, mana foto Mbaknya?
Hari itu, aku kenyang makan nasi kotak dan kue ulang tahun. Senang juga denger nyanyian sepanjang hari. Meski, semua doa dan ucapan bukan dikirimkan buatku. Aku yang kesenggol pesannya ikutan riang hatinya.
Yaudah deh. Gitu aja. Pulang dari sana, hariku sisa 7 jam. Pembagiannya begini: 5 jam kuhabiskan di perjalanan, 1 jam kuhabiskan untuk makan malam dengan pacar, sisanya buat balas pesan-pesan yang datang di media sosial.
Tidak ada yang menarik yah dari cerita ulang tahunku?

Penutup :
Sampai di ujung paragraf ini aku ingin mengucapkan terima kasih untuk semua orang di hari itu. Untuk abang gorengan dekat pom bensin, satpam bank genit sebelah kantor, ibu-ibu cerewet yang mengkuliahiku tentang jalanan Jakarta (bu, sumpah saya gak mau denger), kenek Transjakarta yang pasti bosan melihatku berdiri di tempat yang sama setiap harinya, mas pacar yang menemaniku makan indomie hampir tengah malam, dan sebagainya.
Selamat ulang tahun buat Mbak Aya dan Mas Siapa Ya Namanya.
Ah, juga untuk Paw, Vincent, dan Alvin yang menyanyikanku lagu Jamrud (kali ini lagunya memang benar untukku) besok malamnya. Meski ulang tahunku sudah kadaluwarsa, tapi aku suka!
Tulisan ini kayanya juga ikut kadaluwarsa pesannya, tapi gapapa ya, semoga kalian suka?

0 komentar:

Posting Komentar