Postingan ketiga dalam #CeritaDariKamar ini saya tulis hanya selang beberapa jam dengan postingan pertama dan kedua.
Jadinya bukan per-hari malah per-jam. HEHEHE. #skip
...
Tempat sampah di kamar saya berada di samping meja belajar. Dilapisi plastik pada bagian atasnya agar sampah yang mengisinya bisa lebih mudah diangkat.
Kita bisa menilai seseorang dari tempat sampahnya.
Selama kurang lebih seminggu tempat sampah di kamar saya akan terisi penuh dan isinya hampir tumpah. Biasanya oleh gumpalan kertas atau tisu, barang-barang aneh yang saya temukan ketika membongkar kamar, dan bungkus makanan ringan juga botol minuman.
Ibu saya sebal dengan kebiasaan saya yang jarang tergerak untuk membuang isi tempat sampah tersebut. Biasanya dia akan 'konser' dan menciptakan larangan untuk tidak boleh membawa makanan dan minuman ke kamar. Tapi, hal itu terus terulang.
Ya, saya memang pemalas.
Kebiasaan yang sangat buruk memang, menumpuk sampah dan membiarkannya berada di pojok ruangan. Menunggu seseorang mengingatkan.
Kalau 2 tahun lagi, saya udah tinggal di Jogja dan jadi mahasiswi salah satu Universitas Negeri. Mudah-mudahan kebiasaan ini sudah menghilang, Ibu yang biasanya 'bernyanyi' tentang hal ini hanya bisa mengingatkan lewat ponsel.
Seringkali, tempat sampah menjadi saksi sebuah kasus kejahatan di cerita-cerita detektif atau bahkan di dunia nyata. Widih.
Perannya penting dan nyata. Tanpa tempat sampah, dan orang-orang yang mengurus sampah.. bumi kita akan penuh sampah berceceran dimana-mana, bayangkan betapa tidak sehatnya dan bagaimana bau tidak sedap yang dihirup hidung kita.
...
Selain itu tempat sampah juga kerap diartikan sebagai seseorang yang siap menyimpan dan mendengarkan cerita seseorang.
Mungkin agak kasar, bagaimana seseorang yang selalu setia dan sedia mendengar kita diibaratkan sebagai tempat sampah. Tapi, dibalik semua itu tempat sampah adalah benda yang sangat berguna.
Dia siap diisi oleh sesuatu yang mungkin benda lain tak mampu dan tak mau 'mengisi'.
Seperti seseorang yang selalu siap mendengarkan keluhan dan celotehan kita yang terkadang terdengar seperti sampah untuk orang lain, tidak penting.
Beberapa orang lebih suka bercerita dibandingkan mendengar. Dan ketika tiba giliran mereka harus mendengar cerita orang lain, mereka tetap sempat menyelipkan cerita mereka dalam pembicaraan itu.
Terkadang memang mengganggu, tapi rasanya saya pun pernah seperti itu.
Karena itu, saya selalu merasa bersyukur mempunyai teman yang bisa menjadi 'tempat sampah'. Dan saya sangat berharap bisa menjadi 'tempat sampah' yang baik dan cukup untuk diisi oleh orang-orang sekitar saya.
Tyas Hanina
0 komentar:
Posting Komentar