Kipas Angin.
Saya lupa sudah berapa lama tepatnya kipas angin itu berdiri di kamar saya.
Yang jelas, selama ini dia setia dan tulus memutar udara juga menyejukkan kamar saya.
Kehadirannya benar-benar saya perlukan.
Dengannya, saya bisa melepas lelah tanpa harus berperang dengan gerah setiap pulang sekolah.
Saya juga bisa tidur dengan nyaman karena menempel pada tembok yang dingin diangin-anginkan olehnya semalaman.
Tapi saya juga bukan tipe orang yang tahan dengan dingin.
Seringkali pada dini hari, terutama pada malam-malam penghujan.
Saya terpaksa bangun dan mematikan kipas angin tersebut.
Karena selimut yang berpindah posisi, dan akhirnya menyebabkan menggigil telapak kaki.
Tapi saya juga bukan tipe orang yang tahan dengan dingin.
Seringkali pada dini hari, terutama pada malam-malam penghujan.
Saya terpaksa bangun dan mematikan kipas angin tersebut.
Karena selimut yang berpindah posisi, dan akhirnya menyebabkan menggigil telapak kaki.
Yang paling pas itu memang seimbang. Sejuk namun tidak membuat saya menggigil dan ingin dipeluk. Hangat tapi tidak membuat kaus saya terlalu basah oleh keringat.
Seperti sikap seseorang ketika ditanyai kabarnya. Kita tidak ingin mendapat kesan yang 'dingin' atau bahkan emosi yang 'panas' kan?
...
Ohiya. Waktu kecil, saya punya kebiasaan berbicara di hadapan kipas angin.
Ibu sudah sering melarangnya, karena khawatir saya akan masuk angin.
Ibu sudah sering melarangnya, karena khawatir saya akan masuk angin.
Membuka mulut lebar lalu mengeluarkan suara dan akhirnya terdengar menjadi bebunyian aneh, seperti suara robot.
Saya rasa, saya bukan satu-satunya yang pernah melakukan itu.
:)
:)
0 komentar:
Posting Komentar