“You don’t always
need a plan. Sometimes you just need to breathe, trust, let go. And see, what
happens.”
20 Jan, Tuesday.
“Artiin ini buat gue
dong.”
Hampir pukul 1 pagi, tiba-tiba orang ini muncul di chat LINE
gue.
Datang tiba-tiba, dengan pertanyaan yang tak terduga.
Seperti biasa.
Gue tersenyum membaca kalimat di sebuah gambar yang dia
kirimkan dan sebuah pertanyaan yang gue rasa gak perlu jawaban.
Kenapa gue bilang pertanyaan itu tidak memerlukan jawaban?
Karena itu merupakan salah satu pertanyaan retoris yang dia lontarkan ke gue.
Gue sangat yakin dia sudah memahami arti dari sebaris
kalimat di gambar tersebut sebelum mengirimkannya ke gue.
Gue teringat perbincangan kami di motor, di malam hari, di
sebuah perjalanan pulang ke rumah masing-masing setelah temu kangen dengan
teman-teman lama kami.
Saat itu dia menanyakan banyak hal.
Mulai dari pertanyaan yang penting hingga yang tidak
penting. Mulai dari pertanyaan yang harus dijawab dengan dipikirkan terlebih
dahulu secara serius hingga pertanyaan yang hanya perlu dijawab dengan sebuah
pukulan ringan di helmnya. Haha..
Yang masih terasa hangat di ingatan gue adalah pertanyaan
dia tentang seberapa pentingnya arti sebuah rencana buat gue.
Well, gue termasuk
tipe orang yang apa-apa direncanain terlebih dahulu.
Tapi, untungnya gue juga sangat fleksibel dan sedikit impulsif.
Jadi gue gak pernah mengalami kesulitan ketika hal-hal yang tidak gue
rencanakan datang ke hidup gue.
Sebuah kontradiksi, gue seorang perencana namun bisa sangat
spontan di waktu yang bersamaan.
Jadi gue menjawab pertanyaannya dengan netral.
Menurut gue penting untuk membuat rencana untuk tahu apa
yang harus kita lakukan dan bagaimana kita mempersiapkan diri untuk hal yang
terjadi selanjutnya.
Tapi, kita juga gak harus stick into that plan karena hidup
benar-benar seunpredictable itu. Jadi, kita harus siap apabila rencana kita
tidak berjalan mulus sebagaimana kita membayangkan jalannya.
Dan, dia termasuk orang yang sangat spontan. Dia mengaku
bahwa dia tidak pernah benar-benar mempunyai rencana.
Lalu, dia bilang..
“Kita hidup untuk
hari ini yas.”
...
Ya, kita memang hidup untuk hari ini.
Omongannya tidak salah. Namun, tidak sepenuhnya benar.
Mungkin lebih tepatnya lagi,
Kita hidup hari ini, karena sesuatu yang terjadi di masa
lalu dan akan mempengaruhi apa yang terjadi di masa yang akan datang.
Tapi, sekali lagi ia benar.
Kita hidup untuk hari ini. Yang harus kita fokuskan adalah
jatah 24 jam waktu yang kita dapat hari ini.
Rasanya, ingin meminta maaf kepada diri sendiri.
Akhir-akhir ini gue kalut oleh pikiran gue sendiri. Gue terpaku
akan kemungkinan-kemungkinan yang mungkin terjadi. Lalu diam-diam merasa
ketakutan sendiri.
Kemarin malam, gue sangat merindukan sosok nenek gue.
Yang gue butuhkan di masa-masa seperti ini hanyalah segelas
teh manis hangat dan usapan halus dari tangannya yang keriput di kepala gue.
Seakan mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja, bahwa gue mampu melewati
ini semua, bahwa ini semua hanyalah fase hidup yang harus gue lewati.
Tapi, gue tidak bisa mendapatkannya kemarin malam ketika gue
sedang rapuh-rapuhnya. Rasanya jauh lebih hebat dari patah hati. Hehe.
Dan ketika rasa rindu sedang hebat-hebatnya datang, yang
kita inginkan adalah kembali ke masa-masa itu, masa lalu.
Rasanya ingin membuka laci meja dan menemukan mesin waktu di
sana. Lalu berkelana menembus ruang dan waktu.
Padahal tanpa kita sadari, kita semua punya mesin waktu yang lebih hebat dari
yang dimiliki oleh robot kucing masa depan.
Pikiran adalah mesin waktu yang kita ciptakan sendiri.
Khayalan untuk mengunjungi masa depan. Memori untuk kembali
ke masa lampau.
Ah, waktu.
Seakan tidak pernah ada habisnya membahas hal itu.
...
Tahun ini, gue dan dia akan meninggalkan seragam putih
abu-abu dan segala kenangan yang ada bersamanya.
Ada banyak hal yang harus direncanakan secara matang untuk
menyambut hal yang baru, mengenai perguruan tinggi dan lain-lainnya.
Namun, di luar itu.. Kita semua sadar ada hal-hal yang tak
mampu kita rencanakan akan datang.
Ketika kita menyadari hal itu, kita pun sadar akan kekuatan
doa dan betapa pentingnya kesiapan mental.
Dan...
Yha.
Entah apa yang menunggu di tahun yang akan datang.
We can’t always stay as close as we were. There will
eventually come a time when everyday texting become the weekly “how are you?”
But it doesn’t matter. Hehehe.
Ya kan?
...
Anyway, be happy. I
get the feeling a lot of shit is going to come to your way.
But you’re a stubborn
bastard.
And i’m sure, you’ll
handle it.
Tyas Hanina
P.S
Thank you for being you and letting me to be who i am.
You know who you are :p
0 komentar:
Posting Komentar