Atau mungkin lebih tepatnya adalah sikap malas gue benar-benar mematikan.
Dari kemarin, bokap selalu menyindir kelakuan "bodoh" anaknya ini.
Dari mulai yang halus.
Sampai yang bikin gue meringis..
"Nanti kalau sampe gagal masuk sekolah tujuan. Baru nyesel...."
Dan lain-lainnya.
Sampai pada akhirnya. Pagi ini gue mulai dari "zona nyaman" gue selama ini.
Dan berguru matematika pada bokap tercinta.
Hasilnya selama 2 jam lebih... Otak gue melepuh.
Gue udah mau menyerah. Dari telinga keluar darah. Dan ariel peterpan pun datang kerumah.
Urgh.
Dibanding fokus pada angka-angka dan rumus-rumus yang ada di papan tulis. Serta penjelasan-penjelasan dari bokap tentang itu semua.
Gue lebih fokus akan kata-kata bapak akan sisi gelap matematika.
"Matematika itu gak bisa dihindari. Dia pasti akan muncul terus. Jadi salah kalau membenci matematika...
Pernah ada temen bapak diwaktu sekolah, dia benci sama matematika. Dia memutuskan untuk menghindari jurusan yang berhubungan sama matematika, dan memilih ilmu jiwa <psikologi>.. Tapi ternyata, di akhir mata kuliahnya dia ketemu matematika juga. Hahaha."
Dan bokap gue ketawa. Bahagia sekali. Dia emang cinta banget sama matematika. Begitu lain dengan anaknya.
Gue pun ikut tertawa. Dengan frekuensi yang berbeda dari tertawa gue yang biasa...
Bokap pun melanjutkan omongannya.
"Rasain itu aa' bakal ketemu sama matematika lagi."
"Emang anip mau ngambil psikologi pak?"
"Kayanya..."
Dan ketawa lagi... Urgh.
Gue pun merenungkan omongan bokap.
Jika memang tak bisa dihindari dan harus dihadapi. Gue emang gak punya pilihan untuk membenci.
Meskipun ada kesulitan dan keengganan untuk menerjang badai angka ini.
Gue harus berjuang :D
86 hari lagi
0 komentar:
Posting Komentar