Aku adalah suara yang terlalu sunyi untuk
kamu dengar.
Malangnya, di sekelilingmu
selalu penuh dengan hingar bingar.
Kau dapat mendengarku jika kau
mau.
Begitupula,
Aku dapat mengeraskan suaraku jika aku mampu.
Aku dapat mengeraskan suaraku jika aku mampu.
Suaramu adalah gema yang selalu
berulang di telingaku.
Dan,
Degup jantungku selalu berirama dengan sapamu.
Degup jantungku selalu berirama dengan sapamu.
Suatu ketika,
Hari ketika diammu menemukanku.
Dan suaraku akhirnya sampai di telingamu.
Menembus suatu ruang di hatimu.
Membuatmu akhirnya mengucap kalimat itu.
Kalimat yang selalu bergema di
telingaku.
Aku mencintaimu.
Namun, malangnya.
Selain berteman dengan sunyi
aku pun berkawan akrab dengan malu.
Hanya kujawab kalimatmu dengan
diamku.
Berharap kau mendengar sesuatu
yang bahkan tak pernah kuucapkan.
Dan kesalahpahaman adalah satu-satunya
suara sumbang yang mampu kita dengar.
Seperti suara lalat yang
tak henti terbang memutari kepala.
Berdengung terus menerus.
Berdengung terus menerus.
Membuatku terus mencari dan
mencari cara untuk menghentikannya mengangguku.
...
Dan saat ini, baik kau maupun aku.
Sama-sama hanya mau dan mampu tuk saling menyapa
dalam diam.
Dalam suatu pertunjukan saling
memandang mata (dan melemparnya sembarangan)- dalam suatu pertemuan yang selalu
tidak disengaja.
Dengan sengaja aku menulis ini
semua. Agar rindu tidak lagi gaduh dan rusuh.
Tanpa perlu bibirku
mengucapkannya padamu.
Tenang saja,
Sepotong kalimat yang kau ucap.
Tidak lagi menjadi pengangguku. Tidak lagi bergema di telingaku.
Aku hanya rindu, hanya itu. Tanpa
perlu kamu tau.
Tyas
Hanina
0 komentar:
Posting Komentar