Akhirnya hari ini datang juga.
Mampus aku.
Pagi-pagi, bangun dari tidurku yang kurang panjang, aku
sudah misuh-misuh.
Rasanya ada yang mengganjal.
Aku merasa kakiku gak melangkah sebagaimana mestinya,
telapaknya gak napak, tanah cuma jadi ilusi. Seharian ini aku melayang.
Pertemuan-pertemuan organisasi tak satu pun ku hadiri. Dicap
pembohong dan gak profesional, tak apa. Memang salahku, salahku yang tak bisa
mengarahkan hatiku untuk berangkat ke mana. Akhirnya malah beli mangga di pasar
raya.
Hujan datang tanpa bercanda. Tanpa tegur sapa.
Aku gak suka. Sepatuku jadi basah. Semprotan antiseptic buat pembersih tangan jadi
sering habis karena kupakai di kaki. Telapak kakiku jadi berkerut dan bau jeruk
nipis.
Untungnya, aku selalu ingat untuk bawa payung lipat dari
ayahku. Jadi, jarum air itu sekiranya gak bakal menyakiti kepalaku secara
langsung.
-
Rupa-rupa rasa, ragam-ragam warna.
Aku marah, senang, takut, bahagia, capek, dan girang
sekaligus.
Aku menunggu-menunggu chat yang kosong pada hari ini.
Kecuali, dari akun-akun resmi di LINE.
Namun, ekspektasiku salah. LINE malah dengan lancangnya ngasih tau ke teman-temanku ketakutan
terbesarku. Emang kurang ajar ya teknologi itu.
Untungnya, tiada pesta pora.
Senang, hari ini aku bisa menyelamatkan lingkungan. Tidak
ada balon gas yang diterbangkan, juga tidak ada bunga mawar yang dipetik
untukku hari ini.
Meski nyatanya wajahku mencemari lini masa teman-temanku.
Maafkan untuk itu, aku kehilangan kuasa di sana.
-
Salah seorang teman memberikan bingkisan.
Sebuah gincu berwarna merah jambu juga dua halaman surat
tentang pencapaian di setiap usiaku.
Aku sama aja kok kaya orang kebanyakan. Girang kalo dapet
bingkisan. Dikasih es krim seharga biaya parkir di fakultasku saja sudah
cengengesan.
Lebih-lebih dikasih doa dan ucapan, “Jangan takut bertambah
tua.”
Sialan, maskaraku masuk ke mata. Air mata juga sisa-sisa air
hujan berebut tempat.
Jangan takut, katanya.
Rekanku yang lain protes.
Makanya, usahlah kamu heboh melentikkan bulu matamu, heboh
merah-merahin pipimu.
Ora pantes.
Berhentilah mencoba jadi semakin perempuan.
Aku protes, “Lah, memangnya kamu pikir selama ini aku dandan
buat nyenengin matamu?”
Dia tidak tahu, hari ini aku bisa saja menerbangkan gunung
kalau aku mau.
Rasa takutku terlalu besar. Ditambah mendengar ucapannya
yang ngasal.
Lihat saja, besok pagi aku akan kuliah dengan gincu merah
jambu super tebal! Bulu mataku akan melengkung sampai menyentuh ubun-ubunku
kalau perlu! Wekkkk.
Jatinangor,
Tyas Hanina