Waktu berlalu bagai desingan peluru.
Gue percaya, itu adalah hal yang baik.
Teori relativitas Einstein.
Kalau kita menikmati hal yang kita kerjakan- waktu akan
berjalan cepat.
Sedangkan, jika kita menganggap hal tersebut menyebalkan- waktu
seakan merangkak dengan lambat.
Time you enjoy wasting, is not wasted. –John Lennon
Semester ketiga di SMA akan selesai. Masih ada 3 semester
lagi yang harus dijalani.
Dan mengingat jangka waktu tersebut, gue terhimpit di
tengah-tengah perasaan..
Ingin cepat lulus, lalu kuliah di luar kota.
Namun, juga merasa gak ingin semua ini berakhir dengan cepat.
Dan, sekali lagi. Cepat atau lambatnya waktu, terkadang
tergantung dengan bagaimana kita menikmatinya.
I enjoy my senior high school life.
Selama jadi siswi SMA..
Sisi melankolis gue jarang sekali keluar. Sehingga,
kebanyakan orang menilai gue adalah orang yang datar. #YaEmangSih
Atau mungkin itu semua karena gue berubah.
Gue saat SD terkesan galak, tidak pandai mengatur emosi.
Gue di masa SMP cenderung labil, dan lebih mengekspresikan
diri.
Dan, gue yang sekarang. Yang duduk di bangku kelas 2 SMA..
Yang lebih bisa ngatur diri sendiri, dan cenderung gak
peduli.
Gak peduli orang nilai gue kaya apa.
Dan, bukan hal yang
tidak mungkin. Saat gue jadi Mahasiswi di Perguruan Tinggi Negeri nanti, gue
udah jadi orang yang “beda” lagi.
Yang mungkin akan
lebih mandiri, dan lebih perhatian sama keadaan sekitar juga diri gue sendiri.
You
know, people changes.
Mungkin lo gak
menyadarinya. Mungkin lo selalu ngerasa lo adalah lo yang sama.
Ya, gue juga. Gue
selalu ngerasa gue saat umur 10 tahun-13 tahun-16 tahun gak ada bedanya.
Tetap
seorang Tyas Hanina, gak tiba-tiba berubah menjalani kehidupan sebagai
Manohara.
Yang berbeda, adalah
gimana isi “dalem” kita. Gimana pandangan kita akan sesuatu. Gimana kita
menanggapi sesuatu.
Karena semakin
pertambahan usia. Semakin banyak hal kita tau, tapi juga banyak yang kita lupa.
Semakin banyak pengalaman, tapi juga semakin banyak alpa.
Karena sesempurnanya
manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Tetap, gak ada manusia yang paling
sempurna.
...
Coba deh, liat-liat
album foto keluarga yang lama.
Liat gimana lo dan
keluarga lo tumbuh. Gimana perubahan yang terjadi di Rumah.
Ingat kebiasaan lama
yang dulu kalian kerjakan bersama. Bandingin dengan sekarang, apa frekuensi
waktunya tetap sama?
Di keluarga gue
sendiri. Ada banyak hal yang berubah, termasuk diri gue sendiri.
Ibu, Bapak, Mamah,
Kakak, Aa’.
Semua berubah.
Whether
it’s a good or bad things. They still being them self.
Kebiasaan bersepeda
dan berenang setiap weekend bersama
Bapak dan Aa’. Kini sudah tidak terlaksana.
Gue kini memilih
bangun pagi untuk menonton siaran kartun yang semakin berkurang.
Aa’ memilih tidur
sampai menjelang siang.
Hanya Bapak yang
tetap sepedahan. Kadang, gue bilang sama beliau kalau gue ingin ikut dengannya
bersepeda. Tapi, itu belum lagi terlaksana.
Berantem sama Aa’
pun kini gak termasuk rutinitas lagi.
Dulu bisa sampai
lari-lari telanjang kaki cuma pake kaus kutang dan kancut muterin komplek.
Sekarang, paling
ribut kecil karena gue suka lupa balikin earphonenya.
Ngobrol sama Kakak
sampai tengah malem juga cuma bisa dilakuin kalau dia lagi pulang ke rumah.
Yang berarti
beberapa bulan sekali.
Belum lagi, sekarang
Mamah sedang sakit.
Dan Ibu sedang
sibuk-sibuknya mengurusnya. Gue takut, beliau ikut sakit karena terlalu capek.
...
Gue suka kangen.
Semakin gue sadar begitu banyak perubahan di kehidupan gue, semakin banyak hal
yang gue kangenin.
Namun, yang menjadi
masalah gue daridulu adalah gimana sulitnya gue untuk ngungkapin apa yang gue
rasakan lewat lisan.
Biasanya malah
berujung emosi sendiri, dan salah paham. Atau saat sisi melankolis gue keluar..
gue bisa tiba-tiba nangis, dan lawan bicara gue semakin gak ngerti.
Intinya, kadang gue
susah ngungkapin apa yang sebenernya gue rasa & fikirin karena gue ngerasa
mereka gak akan ngerti. Dan itu emang terjadi.
Karena gue emang gak
pandai komunikasi lewat lisan.
Gue memilihnya lewat
tulisan.
Itulah kenapa,
mungkin kalau ada orang yang mikir “gue” di blog yang berupa tulisan ini dan “gue”di
dunia nyata adalah orang yang berbeda.
Contohnya,
Minggu kemarin,
sempat ada keributan kecil antara gue dan bokap.
Intinya masalahnya karena
apa rasanya gue gak perlu cerita.
Pokonya waktu itu
gue kebingungan sendiri untuk ngungkapin apa yang sebenernya gue rasain. Tbh, gue sampai nangis sendirian di
kamar padahal masalahnya juga gak terlalu besar.
Akhirnya, karena gak
tahan. Keesokan paginya gue nulis surat untuk beliau.
Dengan tulisan
tangan yang acak-acakan, lewat perantara pensil dan notes kecil yang gue
temukan di ruang tamu.
Waktu itu, gue gak
yakin cara itu akan sepenuhnya berhasil.
Namun, yang penting
adalah akhirnya gimana gue bisa ngungkapin.
Dan diluar dugaan,
masalah itu berhasil diselesaikan.
Lewat perantara
surat dengan tulisan acak-acakan.
...
Setelah liat-liat
album foto keluarga.
Gue juga sering
membayangkan beberapa tahun ke depan akan seperti apa.
Gue akan jadi
Mahasiswi di Perguruan Tinggi, pulang beberapa bulan bulan sekali.
Aa’ mungkin akan
ngebangun hotelnya sendiri, atau bahkan mungkin dia akan rekaman dan jadi
penyanyi. (Dengerin suaranya di sini)
Kakak udah menikah.
Dan mungkin punya anak kembar.
Ibu dan Bapak tetap
tinggal di rumah yang sama. Tetap menjadi pasangan suami istri yang penuh
cinta. Wuih.
Sebenarnya, gue
sering mengkhayalkan lebih jauh dari
itu.
Gue sering sekali
mengkhayal. Di mana saja.
Tapi, yang paling
enak ketika gue sendirian di kamar. Berbaring di kasur. Menatap langit-langit
atau tembok kamar.
Memejamkan mata, dan
fikiran gue pun sudah menjelajah ke waktu dan tempat yang gue inginkan.
Di dunia khayal. Gue bisa berada di dimana saja, kapan saja, menjadi siapa saja.
Dan kadang gue pindahkan khayalan itu lewat tulisan.
...
Kepanjangan gak
postingannya?
Hehehe, sorry for being lazy.
Ternyata gue belum
bisa mempertahankan kuantitas yang bagus buat posting blog.
Tapi, semoga
kualitas blog ini dan tulisan gue terus bertambah ya.. (Aminin dong)
Sudah pukul dua, gue
ingin pergi tidur saja.
Sampai bertemu di
postingan berikutnya.
Thanks
for reading. Enjoy your time.
Tyas
Hanina