Pages

Sabtu, 04 Oktober 2014

Selain dirimu

Put your iPod/Spotify on shuffle, grab the lyric that appears 1:35 into the song,
and write from there.

Dua – Kau
1:35

Selain dirimu.

...

Selamat malam, Tuan.
Apa yang sedang kamu lakukan di ujung minggu ini?
Tebakku, kamu sedang bersama seorang perempuan.
Seseorang yang pastinya bukan aku.

Ah, tidak. Aku tidak akan mengeluhkan hal itu. (Atau mungkin aku akan..)
Aku hanya ingin bercerita tentang malamku.
Malam yang kulewati dengan segelas kopi yang didinginkan oleh angin malam.
Yang kuhabiskan dengan mengguratkan penaku, menulis huruf per huruf, berkisah tentang kisah cinta pahit. Kisah fiksi, yang kuharap tak akan pernah jadi nyata.
Sesekali aku mendongakkan kepalaku, menatap kursi kosong di hadapanku.

Seandainya ada kamu duduk di situ.

Mungkin, aku tidak aka rela bersibuk-sibuk membalas pesan yang muncul di ponselku.
Bahkan mungkin, aku tidak akan ingat aku membawa ponsel itu.
Karena percakapan langsung denganmu jauh lebih kutunggu.
Karena berbagi gelak tawa denganmu akan selalu kurindu.

Apa mungkin diriku tanpamu?
Jika aku jauh nanti, meninggalkan kamu dan kota kelahiranku ini.
Menanggalkan akar yang menempel di kakiku selama ini, meninggalkan kamu bersama segala kenangan semu..

Aku terbiasa sendiri. Aku tidak mempermasalahkannya, tidak lagi.
Sesekali aku memang masih bertanya. Mengapa harus sendiri? Mengapa tidak berdua denganmu?
Tapi, itu hanya sekedar pertanyaan. Yang sebaiknya harus segera kulupakan tiap-tiap kali muncul di kepalaku.

Hanya saja...
Ah.
Kenapa aku jadi terkesan mengeluhkan ketidakhadiranmu?

Malam ini, aku pindah dari tempat duduk yang biasa kutempati di kedai kopi ini.
Rasa-rasanya, aku hanya pernah duduk di satu tempat meski sudah sekian lama berkunjung ke sana.
Aku merasa jenuh. Dan terganggu dengan suara tawa berisik di meja sebelahku.
Aku pindah ke tempat yang lebih sepi. Meja depanku kini adalah sebuah keluarga kecil yang tengah menikmati makan malamnya.
Akupun menikmati kesendirianku.

Para pelayan mondar-mandir mengantarkan pesanan. Salah seorang dari mereka, menatapku. Entah sejak kapan.
Aku tidak sengaja membalas tatapannya. Dan memberikan senyumku. Dia membalasnya.
Kamu tentu tau. Aku terbiasa menghindari tatapan mata.
Bahkan, matamu. Pijar terindah yang pernah kupandangi tidak kuasa lama-lama kupandang.

Karenanya, setelah itu aku kembali melemparkan pandanganku ke buku. Kembali menundukkan kepalaku. Tenggelam dengan pikiranku, dan harapanku akan kehadiranmu.

Sebenarnya,
Malam ini, aku tidak sedang ingin benar-benar sendirian.
Aku butuh teman untuk berbagi obrolan.
Karenanya, aku rela bersibuk-sibuk membalas pesan di ponselku. Yang biasanya kudiamkan ketika aku ingin sendirian.
Karenanya juga, aku mengeluhkan ketidakhadiranmu. Yang biasanya aku coba lupakan.

Mengapa kamu tidak hadir malam ini?
Setidaknya, muncullah di ponselku. Singkat saja, sapa aku dengan ucapan selamat malammu.
Tidak usah mengucapkan apa-apa lagi. Tidak perlu kata-kata manis itu lagi.
“Selamat malam”.
Itu sudah lebih dari cukup.
Seperti sesendok gula untuk kopiku malam ini.

Tuan. Selain dirimu, siapa lagi yang bisa kubayangkan duduk di hadapanku saat ini?
Berbagi dua gelas kopi di meja. Berbagi gelak tawa dan mimpi-mimpi tanpa ada jeda.
Apa rencanamu setelah ini? Tahun depan, kemungkinan besar kita akan semakin berjarak.
Sebelum itu, aku ingin melewatkan hari bersamamu. Sekedar bercerita.

Lucu mengingat bagaimana dulu sering kali aku terganggu oleh dirimu yang cerewet berkomentar akan penampilanku.
Kini. Rasanya jikalau aku rela bersibuk-sibuk merapikan diri, memakai dress cantik, mengatur rambutku rapi, menyapukan kosmetik di wajah. Rasanya, kamu tidak akan memandangku.
Apalagi, memberikan komentar tentang itu.

Tuan. Selain dirimu, siapa lagi?

Aku meringis membayangkan hari-hari yang akan kulewati nanti.
Kala kita semakin berjarak.
Aku ngeri membayangkan aku masih seperti ini.
Diam di tempat yang sama. Tidak sadar atau tidak memperdulikan waktu yang terus berjalan melewatiku.

Aku mendongakkan kepalaku. Melepas earphone di telinga.
Dari sini, dari tempat dudukku yang baru.
Aku bisa lebih jelas melihat penampilan Live Music yang tampil di panggung.
Tempat ini semakin ramai oleh pengunjung.

Aku bangkit dari kursiku. Menyeruput sisa kopi yang dingin karena kudiamkan sedari tadi.
Meninggalkan tempat ini.

Semoga kelak, aku juga bisa meninggalkan bayanganmu.

Tuan, semoga bukan lagi dirimu.




Tyas Hanina


(Aku berharap ini kisah fiksi.
Sayangnya, harapan tidak selalu sejalan dengan kenyataan.

Kumohon, jangan tanyakan lagi tentang hal ini.)